Wednesday, January 27, 2016

Kalau.

Kalau memang semua itu nyata.
Kalau memang khayalanku bukan buaian semata.
Seharusnya bisa dicegah.
Seharusnya bisa.

Karena ini tulus, mengalir untukmu.
Tidak perlu menunduk begitu,
Aku akan selalu melihatmu penuh harap.
Menganggapmu yang terhebat.

Cara kita berbeda, mungkin dengan jalan yang sama.
Tapi tahukah kau, aku selalu menganggap itu
Yang membuatmu istimewa?

Kau yang pertama.
Bukan mudah dirubah, tidak mudah dihapus.
Tidak akan pernah.

Kalau memang sakitku malam ini
Tidak cukup untuk menahanmu membisu,
Aku akan terima itu.
Mungkin aku yang tidak cukup bersinar untuk menahanmu.

Tapi kalau alasanmu bukan itu,
Aku takut, sayang.


Aku takut kita kehilangan sesuatu yang indah.
Aku takut kita kehilangan takdir kita.
Aku takut kita kehilangan masa depan,
Yang seharusnya bisa membuat kita berdua bahagia.



0.48 AM, ditulis dan mengalir saat memikirkan dia. Naturally.

Sunday, January 24, 2016

Lakukan.


Lakukan saja. Sekarang.
Tanpa perlu menunda-nunda.

Lakukan saja. Hari ini.
Jangan takut untuk memulai.

Kicau burung itu, jadikan pertanda.
Tuhan mendorongmu, dalam kilas dan makna.

Susun rencana.
Rencanakan jadwal.
Jadwalkan strategi.
Dan strategikan aksi.

Cahaya itu berdiri disana, 
Menanti dengan penuh harap.

Kapan kau mulai perjalananmu?

Ia mulai cemas kau meragu,
Berbalik arah ke negeri penuh pengulangan.
Ia menggigit bibit khawatir,
Memberimu semangat dalam hati,
Penuh diam.

Lakukan saja sekarang. 
Buat dia tersenyum.

Jangan pernah lupakan.
Niat yang benar, 
akan membawa dia, dan seluruh dunia.
Berlari mendoakanmu. 


Friday, January 22, 2016

2.27 AM. Got insomnia. Not a good indication.

Now playing : My immortal - Evanescence. 

Ada semacam satu bentuk ketidak-ikhlas an malam ini.

Untuk semua memori. Untuk semua ide.

Untuk satu impian yang rapuh.

Yang aku takut memang tidak pernah ditakdirkan untuk berujung baik.

Walaupun iya, sedikit - hanya sedikit - aku masih berharap Tuhan mendengarnya dan mengubahnya jadi kenyataan.

Ini sebabnya aku menutup hati.
Penyebab aku bungkam, tidak pernah mau jujur terhadap perasaanku sendiri.

Karena ketika aku jatuh, aku akan jatuh dalam.

Dan ya, rasanya sakit.


Aku bisa bangun dan menjadi sosok tegar dan kuat pada siang hari. Menjalani semuanya dengan penuh semangat dan antusiasme, hari demi hari.

Apa kamu tahu rasanya?

Menahan perasaan yang, sungguh. Susah untuk ditahan.

Dan aku bangga pada diriku sendiri karena berhasil melakukannya.

Ya, aku akan jujur satu.

Salah satu kebanggaanku : menahan perasaanku padamu. Dalam-dalam. Kuat-kuat. Memamerkannya hanya pada Tuhan.

Tapi kenapa..

Ah.

Kerap kali aku gagal tiap malam hari seperti ini.
Terbangun tengah malam, mengamati berbagai gambar itu, lalu mengingatmu lagi.

Begitu banyak seandainya terlontar untukmu dan kenanganmu.
Seandainya yang entah kenapa aku belum ingin kamu tahu.

Masa depan itu penuh misteri, dan mungkinkah dalam satu dari beribu kemungkinan,

impian rapuhku bisa jadi kenyataan?

Aku Tahu.

Maumu apa?
Kau panggil mesra, lalu kau buang jauh.
Kau bisik bermanja, dan lalu bungkam.
Kau tersenyum menggoda, lalu jatuh cinta padanya.

Maumu apa?
Mendekat rapat sebelum berbaik arah.
Bercanda manis, tapi lalu lupa.
Kau tatap penuh cinta,
Sebelum berpaling sepenuhnya.

Sayang, aku wanita kuat.
Dan aku berpikir.
Sayang sekali,
Cintamu yang membodohiku,
Belum bisa kulawan.

Tapi ya, aku tahu.
Aku mengerti saatnya bertahan.
Aku tahu kapan harus menyambut.
Aku ingat kapan harus menjaga,
Dan aku paham kapan harus menjauh.

Kekuranganku, kupercaya bisa kurubah dalam sekejap.
Tapi aku juga butuh tahu.
Seberapa jauh kau mau menerimaku.

Sayang.
Seandainya kau tahu.
Satu langkah lagi.
Lakukan semuanya selangkah lagi,
dan aku akan putuskan.

Akan kubalik arahku berjalan,
Tak pernah ke arahmu.
Tidak akan lagi.

Dan saat kau menyesal nanti,
Panggil namaku sepuasmu.
Mohon padaku untuk jatuh ke pangkuanmu.
Lakukan itu dengan sia-sia.

Maafkan aku.


Aku, tidak akan kembali.

Thursday, January 21, 2016

Pertanyaan Retorika

Berpeluh juang mencari sempurna.Ini toh usaha, mungkin tidak ada salahnya.
Terserah orang berpendapat apa.
Setiap benak punya beda, 
Setiap kepala berpikir yang tak sama.
Lalu apa hak merasa sempurna?

Aku sederhana.
Yang kuanggap benar kulakukan.
Yang kuanggap salah kutinggalkan.
Lalu sisanya apa?
Ah. 
Lagi-lagi kembali ke retorika.
Tentang pertanyaan,
Dan jawaban yang tak jelas ujung pangkalnya.

Januari 2016.
Ditulis saat galau akan kehidupan yang jelimet dan menantang. 

Dalam Diam

Dalam diam kuteliti, cermat.
Rasanya tidak bisa kusimpulkan,
Terlalu takut mengulang kesalahan.

Secepat itu mengambil keputusan,
Ternyata bukan yang dimau Tuhan.
Ya, Dia berikan berbagai hukuman,
dan aku cukup mengerti, untuk takut mengulangi.

Kamu istimewa, meskipun bukan buatku.
Kamu berharga, meskipun bukan jodohku.
Atau iya?
Ah, sekarang aku hanya akan diam.
Berdoa untukmu diberi kesehatan.
Iya, kau, sang imam idaman.

:)

Tentang Dia.

Tentang dia yang jatuh cinta.
Terlalu dalam tak dapat ditahan.
Dia utarakan semua tanpa batasan,
Dan ya. Tanpa mendapat balasan.

Tentang dia yang terlalu sayang.
Doa, perhatian, semua dia berikan.
Mungkin dia juga bersalah, mencintai tanpa sadar vertikal.
Manusia akan selalu mengecewakan.

Ini bukan tentang cinta, meskipun tentang cinta.
Dan ya, itulah yang membuatku kagum padanya.

Rahasia.

Kamu mengintip, aku bergeming.
Riuh rendah suaramu merayu.
Memanggil untuk sekedar ingat.

Kumaafkan diriku untuk semua itu.
Dan kamu seharusnya juga begitu.
Duduklah yang manis disana, di relung hatiku.
Karena aku tidak mau lagi melihat ke arahmu.

Maaf, bukan aku menjadi sombong. 
Aku hanya mencoba kuat.
Kamu potongan kecil dari yang terserak.
Yang kuharap dapat kubagi ceritanya dengan sang jodoh kelak.
Dan ya, kami akan tertawa bercanda.
Saling berbagi rahasia, 
Sambil tak lupa bahagia.

Pangkalpinang, Januari 2016.
Ditulis sambil iseng saat bosan belajar.